[Main RP] Chapitre 2 : Love Season

"clara yang mulai. Dia bilang aku pengkhianat karena akan menikah denganmu." clark menjelaskan. Dia sudah menyerah.

"urusi dia. Berantakan dan bau alkohol, seperti bukan clara saja. Hanya karena milles sangat sibuk dan tak sempat memperhatikanmu." ujar clark pada vanessa.

Vanessa mengangguk dan memapah Clara menuju kamarnya, namun ketika dia mendengar kata 'menikah', dia berbalik pada Clark, dan menjatuhkan Clara (Clara yang malang)

"a..a..a..a.a.a.a...apa?! menikah?! kamu..aku...haaaaah?!" serunya tidak percaya. sibuk dengan pekerjaan dan STM alias short.term.memory-nya yang parah banget membuatnya lupa akan hal itu.

"be..be..benarkah?"

*tuk!* clark memukul lembut kepala vanessa dengan sebuah undangan pernikahan.
"kok kamu lupa? Kamu yg memilih ini. Minggu lalu juga kita sudah mengunjungi rumahmu..."

Lokasi:kamar

Seiren merasakan angin berhembus.

"kayak angi kesialan..."gumamnya pelan

"Ah!minna...arigatou...membiarkan sei hidup di antara kalian..."gadis itu melakukan ojigi dan tersenyum

"HAAAAAAH???!!!!" Vanessa berteriak tidak percaya. dia memang LUPA akan segalanya, termasuk pernikahannya. (inilah akibat kebanyakan kerja, mohon jangan ditiru ^^;

wajah Vanessa memerah, dan akhirnya dia pun...

...pingsan dengan bahagia

Lokasi : Kamar

"Untukku, lebih mirip angin perubahan." jawab Shawn.

Matanya melihat kearah jendela yang terbuka, menyipit, menentang angin dan cahaya.

"...Kau... benar-benar akan pergi...?"

Seiren hanya terdiam,lalu menganggukkan kepalanya

"kurasa..iya,,,,"

"Hhh..." Shawn mendesah dan menghela nafas, ia terduduk lesu di salah satu kursi.

"Aku pernah diberitahu seseorang... kakak-kakaknya protektif... salah satu kakaknya selalu berkata padanya, 'sudah! kalau kau, tak akan bisa!'... tapi... kakaknya itu juga berkata 'tapi, kalau kau sudah memutuskan, lakukan sampai selesai, jangan berhenti di tengah jalan!'..." ungkap Shawn.

"Kurasa... aku tidak bisa melakukan apa-apa tentang hal ini... selain mendoakanmu selama kau dalam perjalanan..." katanya lirih.

Seiren hanya trsenyum
"aku akan pergi bersama seorang lelaki mungkin....dari keluarga jauh..."

"Keluargamu? Kukira kalian sudah lama kehilangan kontak dengan keluargamu." kata Shawn lirih, sambil menatap Seiren tajam.

"Kaubilang, kau akan pergi sendiri tanpa boleh ditemani siapa-siapa...?" kata Shawn, suaranya agak meninggi di akhir kalimatnya.

"Kalo dia pengecualian......"ujar Seiren pelan

"Kurasa dia dapat diandalkan...mungkin"

"Begitu...? Jadi aku tidak bisa diandalkan, ya?" tanya Shawn lagi, masih dengan suara kecil seperti sebelumnya.

"Aku... menyesal... tidak bisa jadi orang yang diandalkan..."

"aku nggak mau kau mati...cukup aku yang menikmati tidur abadi kalau nggak bisa pulang. Ah..yang akan menemaniku...warga baru Azure...1 lantai denganmu kok..."jelasnya tanpa expresi

"Kalau kau tidur abadi... berarti aku akan... ditinggalkan... lagi...? Aku tidak mau..." kata Shawn lirih, suaranya tidak berubah, masih tetap suara yang lemah.

Ia sedikit gemetar.

"Kau berkenalanlah dengan Akira...Kalau akira bilang aku nggak boleh pergi..mungkin aku bakal nurut....hehehe,"kekehnya pelan

"kalian mau minum apa?"

Ambulans datang. Dengan cepat Will membopong Ryuu dan membawanya masuk ke ambulans.

Entah seberapa parah keadaan anak ini... Dia harus cepat.

Mereka sampai di Rumah Sakit yang memang jaraknya hanya beberapa Blok dari apartemen. Ryuu segera di bawa ke UGD. Sementara itu Will berlari ke tempat administrasi.

Suster Spencer tampak terkejut melihat Will. Will memang dijadwalkan baru mulai mengambil tugas minggu depan. Tampaknya ia baru akan mengajukan pertanyaan ketika Will memotongnya.

"Pasien yang baru saja masuk UGD. Tolong urus administrasinya..." lalu Will menyebutkan data diri Ryuu. Ia pernah meminjam data diri Ryuu sebelumnya, dan seperti biasa, dengan sempurna otaknya merekam semua informasi yang telah dibacanya.

"Terima Kasih." Ujar Will sambil tersenyum setelah lembar administrasi telah selesai diisi. "Aku sendiri yang akan memantau kondisinya." Tambahnya. Ia lalu bergegas menuju ruang ganti dokter dan berganti memakai baju 'dinas' nya.

Banyak rekan dokternya yang menyapanya di ruang ganti. Beberapa menyuarakan keheranan yang sama dengan Suster Spencer, tetapi Will hanya menjawabnya dengan senyum dan gelengan.

---

Beberapa jam kemudian, Will melangkah pelan menuju ruang ganti. Tampaknya sudah tidak ada lagi yang bisa dilakukannya sekarang selain menunggu dan berdoa. Ya, hanya menunggu dan berdoa.

Ia mengganti pakaiannya dan memberhentikan taksi di depan rumah sakit untuk kembali ke apartemen.

Sesampainya di apartemen, ia baru saja akan melangkah kembali ke kamarnya ketika ia teringat sesuatu.

Indira.

Ia tadi meninggalkan gadis itu begitu saja tanpa mengatakan apa-apa. Ya ampun. kakinya kan terkilir. Bagaimana ia bergerak?

Mungkin Clark sudah membantunya kembali ke kamar?

Untuk memastikan, Will bergegas ke Gym.

Nah, dugaannya salah.

Indira tergeletak di atas bangku di pinggir Gym. Tampaknya tertidur. Dengan hati-hati Will menghampirinya.

"Nona Indira...?" Gumamnya lembut sambil menepuk pelan bahu Indira.

"...Air saja..." kata Shawn pelan sambil melihat keluar, ia mendengar suara sirine dan beberapa keributan.

"...Ada sesuatu... Ren, mau lihat...?" tanya Shawn.

"ok....."Seiren pun beranjak ke dapur dan membawa 3 air putih

Quote :

"...Ada sesuatu... Ren, mau lihat...?" tanya Shawn.

"Apa?"

Indira tergeletak seperti mayat. Sudah sakit kaki, dia capek fisik dan mental. Yang jelas ada suara atau gerakan apapun tak membuatnya bangun sedikitpun. Bahkan will.

Indira tergeletak seperti mayat. Sudah sakit kaki, dia capek fisik dan mental. Yang jelas ada suara atau gerakan apapun tak membuatnya bangun sedikitpun. Bahkan will.

"Suara ambulans di luar... dekat sekali... jangan jangan ada sesuatu..." gumamnya agak khawatir.

"Apalagi sepertinya mereka berhenti didepan... jangan-jangan... ada tetangga yang kenapa-napa...?"

...

Indira tidak begerak.

Oi... Tampaknya ada yang salah??

Dengan panik Will meraba nadinya.

...

Masih berdenyut. Tampaknya Indira hanya kelelahan.

Benar-benar mengagetkan... Will menghela nafas. Sudah cukup olahraga untuk jantungnya hari ini...

Ia terdiam. Hmmm...

Akhirnya Will memutuskan untuk mengantarkan Indira kembali ke apartemennya. Indira tinggal di lantai dua seperti dirinya kan? Perlahan Will mengangkat Indira dan mebopongnya. lalu ia berjalan ke lantai dua.

Sambil berjalan, sesekali Will melirik gadis yang tidur di pangkuannya.

Cukup manis...

Will menggelengkan kepalanya. Cukup, cukup...

Ia berjalan dan mengetuk pintu kamar Indira. Siapa tahu teman Indira sedang ada. kalau tidak, mungkin ia akan meminta kunci cadangan dari Clark.

'Tok, tok'

"ya...?"Seiren membuka kan pintu

"eh...will dan..INDIRA?!seru Seiren

"ke..kenapa?"

Pintu terbuka. syukurlah ada orang di dalam.

Quote :

"eh...will dan..INDIRA?!"

"Sttt...." Bisik Will pelan. "Kau bisa membangunkannya..."

Oh ia, dia belum memberikan penjelasan.

"Tadi ketika aku akan berlatih, ada Nona Indira di Gym. Kakinya terkilir. Setelah aku obati, Scarlett menelepon dan memberi tahu bahwa Ryuu pingsan. Aku ke kamar Ryuu untuk memeriksanya dan membawanya ke Rumah Sakit..." Will menarik nafas sebentar. "Dan membiarkan Indira tetap di Gym sendirian. Aku benar-benar lupa..." Will meringis.

"Ketika aku kembali untuk mengcek, ternyata Indira sudah tertidur.... Tampaknya ia sangat kelelahan. Boleh aku masuk dan membaringkannya di kamar?" Tanya Will.

"silahkan.....um...ryu knapa?"tanya gadis itu sembari menutup pintu

ia pun menyuguhkan teh untuk will