[Main RP]Chapitre 1: Luna

Luna berjalan dengan santai sambil memandang ke sekeliling apartemen. Dia mengitari "bekas" rumahnya itu. Tidak banyak berubah. Hanya orang yang datang silih berganti. Mereka datang dan pada akhirnya pergi meninggalkan Luna sendirian.

Setelah Luna memilih Clark sebagai penerus, dia merasa lebih senang sekarang. Senang karena berdatangan para penghuni baru. Kini "rumahnya" tidak sepi lagi. Tapi dia tetap memilih siapa saja yang berhak tinggal di Azure.

Kini dia merasa para penghuni baru belum saling mengenal. Rasa kekeluargaan mereka masih kurang, sehingga Luna masih merasakan kesepian menyesapi dirinya setiap kali berkeliling apartemen ini. Dia berpikir keras dan harus bertindak. Ya, dia harus bertindak.
-----------------------------------------------------------------------------------
Lokasi: Taman bermain Azure Apartment, 15:45

Clark sedang duduk di bangku taman selama 15 menit. Padahal anak-anak yang sedang bermain di sana mengajak Clark untuk bermain bersama mereka, tetapi ditolaknya dengan senyum. Dia sedang menunggu penghuni lain pulang. Dia juga menunggu kedatangan Clara yang akan membawakan beberapa barang pesanannya untuk apartemen ini. Termasuk beberapa pakaian untuk Luna. Clara dan Luna memang saling mengenal, tapi Luna tidak pernah mengijinkan Clara untuk tinggal di sana, karena menurutnya tidak pantas.

Detik demi detik berlalu. Sekarang Clark hanya memandang kosong ke depan. Lalu muncul seorang gadis di hadapannya. Luna. Dengan penampilan baru. Luna memotong sedikit rambutnya dan mengganti model rambutnya. Dia terlihat lain bagi Clark.
"Clara sudah datang belum?" Luna bertanya pada Clark sambil memainkan sebuah bola kristal kecil di tangannya.

"Belum, katanya sebentar lagi dia sampai. Tumben kau datang menghampiriku." Clark menjawab dengan santai.

"Sedikit bosan. Bagaimana hubunganmu dengan nona itu?" Sekarang Luna duduk di samping Clark.

"Baik dan sebentar lagi aku akan membuat sebuah kejutan untuknya." Clark tersenyum lebar, memamerkan giginya.

"Baguslah. Nanti kalau Clara datang simpan saja barang itu di tempat biasa. Aku mau pergi lagi." Luna pun beranjak dari duduknya sambil merapikan rok berenda-nya yang kusut. Dan dia pun menghilang dari pandangan Clark.

Lalu seseorang datang beberapa saat kemudian.

OOC: jangan lupa baca base story dan peraturan!

"CLAAAAAARK" vanessa berteriak-teriak menghampirinya lalu memeluknya. kejadian tersebut membuat mereka terjatuh di bangku taman. Vanesa saat itu baru pulang kerja.

"tumben kamu duduk-duduk di sini sayang?" tanyanya sambil bergelayut manja pada Clark. "tadi itu siapa?" tanyanya lagi.

"Orang yang menanyakan Clara. Aku duduk di sini karena sedang menunggu Clara. Aku memesan beberapa barang padanya dari Paris. Dia juga ingin bertemu denganmu." Clark menjawab sambil pasrah dengan Vanessa yang bergelayut manja.

"Bagaimana pekerjaanmu hari ini?" Clark mengecup pipinya sebagai tanda selamat datang darinya. "Masih dikejar wartawan? Masih digossipkan dengan orang lain?

"Oh iya, bagaimana dengan acara penghargaan itu. Aku lupa, kapan acara itu diadakan? sekalian aku akan minta saran pada Clara mengenai penampilanku nanti." Clark baru ingat dengan pembicaraan mereka dulu. Yah, sebenarnya dia juga ingin wartawan tidak mengganggunya dengan gossip dia jadian dengan orang lain. Clark ingin menunjukkan kalau Vanessa sudah ada yang punya.

"Apa kamu tidak mengganti pakaianmu dulu?"

"um.....masih sih...cuman tidak seheboh dulu..." kata Vanessa. ketika Clark menanyakan tentang pakaian Vanessa, Vanessa langsung panik dan melihat dirnya sendiri.

"hah? ramut diikat dua dan sudah rapih. tanktop putih dan short hitam..apa penampilanku jelek ya?" tanyanya. dia suka ketakutan tentang penampilannya. namun mau dia pakai piyama sekalipun, Vaness tetap cantik dan manis. hanya saja orangnya tidak terlalu sadar akan hal itu...

"masih mirip mutsuki." clark berbisik di telinganya. "tidak ada yang salah kok." clark mengomentari pakaian vanessa. Toh, dia sendiri memakai celana 3/4 dan hooded shirt tanpa lengan.

lalu clark melihat clara turun dari taksi dan menurunkan ber dus dus barang dan kantung2 kertas besar.

"clark! Ayo bantu aku!" clark berlari kecil untuk membantunya.

"masih mirip mutsuki." clark berbisik di telinganya. "tidak ada yang salah kok." clark mengomentari pakaian vanessa. Toh, dia sendiri memakai celana 3/4 dan hooded shirt tanpa lengan.

lalu clark melihat clara turun dari taksi dan menurunkan ber dus dus barang dan kantung2 kertas besar.

"clark! Ayo bantu aku!" clark berlari kecil untuk membantunya.

Dan kala itu, sang Freelancer tengah berjalan-jalan seperti biasa di daerah apartemen itu, sambil menikmati Brie yang setengahnya dibungkus dengan tisu, ia makan sembari berjalan.

"Ah... untung saja Brie disini bukan diimpor... tapi langsung dari pabrik pemrosesannya di daerah Brie yang masih ada di Prancis ini..." ujarnya sambil bernafas lega.

Dan ia lalu melihat Clark dan seorang gadis disebelahnya, agaknya mirip dengan seseorang yang pernah ia lihat di televisi, namun menyiratkan kalau itu Vanessa.

"M...mmm... itu... Clark...? Yang disebelahmu itu... orang yang kadang televisi itu... Vanessa?" tanya Shawn polos sambil berjalan ringan kearah Clark dan melihat Vanessa.

Ia sebenarnya tak begitu peduli, jujur saja, 'dunia' nya dulu membuatnya jauh dari dunia seperti itu, hingga akhir-akhir ini saja, dimana beberapa bulan sebelum masuk RP, ia pernah menjadi figuran dan juga stuntman, dan hampir ditawari untuk menjadi pemeran utama sebuah film, yang ia tolak karena ia telah memilih 'jalan' miliknya.

Di sisi lain ia juga melihat Clara.

"Haaai, saudara kembarnya Clark!!" sapanya girang.

Will Mengendarai Aston Martin Vanquish S V12 putihnya dengan lesu. Ia barusaja menyelesaikan salah satu shift 36 jam-nya.

'Aku akan tidur, dan tidak akan bangun sampai tugas jaga berikutnya... Lusa...'

Lusa. Tugas jaga berikutnya baru lusa. Will Bersiul riang mengingat ini. Ia membelokkan mobilnya, memasuki pelataran parkir, ketika perutnya berbunyi.

"Uhm..." gumamnya pelan. Seingatnya kulkas kosong melompong. Ia belum sempat belanja dan ia tidak begitu yakin Lucas sudah berbelanja. Belanja. Berarti ia harus sedikit mengurangi waktu tidurnya dan berbelanja. "Ugh! Baiklah, besok saja...."

Will melangkah keluar dari mobil. Untuk sekarang, ia bermaksud membeli roti saja sebagai pengganjal perut. Ia pun keluar dari pelataran parkir dan berjalan ke Bakery di dekat apartemen.

Sekembalinya dari Bakery, ia melangkah pelan sambil mengunyah Eclair ketika dilihatnya beberapa orang berkumpul di taman. Tampaknya itu orang-orang dari apartemennya.

Benar saja, ia melihat Clark, sang Owner. Will berjalan menghampiri mereka.

"Clark.." Sapa Will ringan. Dilihatnya ada seorang penghuni lain dan seorang lagi yang entah kenapa rasanya pernah dilihatnya. Lalu seorang lagi, wanita yang mirip dengan Clark, kesulitan dengan barang bawaannya yang banyak.

"Aaah... Mari kubantu Nona," Ujar Will sambil dengan tangkas mengambil beberapa dus barang.

"Terima kasih tuan." Clara berterima kasih pada Will yang membantunya mengangkat barang. Dia juga menyerahkan beberapa kardus pada Shawn. "Tolong bawa ya Shawn!" Clara meminta tolong pada Shawn dengan senyuman ala model-nya.

"Baiklah... barangnya sudah semua. Kamu bawa barang yang ini saja. Pesanan khusus. Dan yang ini adalah barangmu." Clara memberikan sebuah kantung besar berisi barang-barang Luna dan sebuah kantung kecil milik Clark. "Dan yang ini untuk Vanessa." Clara memberikan sebuah kantung lagi pada Clark, isinya adalah tas tangan keluaran terbaru entah-siapa-perancangnya.

"Nah, aku pergi dulu ya, ada pemotretan untuk sampul majalah sebentar lagi. Dah semuanya!" Tak lupa Clara mengecup pipi kanan dan kiri Clark lalu pipi kanan Shawn sebagai tanda terima kasih.

Clara pun pergi. Sekarang Clark yang bingung dengan semua barang itu.
"Baiklah. Ayo kita bawa kardus-kardus itu ke Cafetaria, untuk sementara. Sebenarnya ini barang-barang untuk kalian juga. Dan, kamar kalian akan aku pasang AC masing-masing satu per Apartemen, barangnya akan datang dan langsung di pasang besok."

Clark mengecek barang-barang yang ada. Kardus-kardus itu berisi bahan makanan untuk Cafetaria. Tirai baru dengan berbagai macam warna dan motif untuk setiap apartemen. Peralatan masak untuk Clark. Tirai baru untuk kamar mandi setiap apartemen. Dan barang-barang untuk Luna yang tak usah dilihat.

"Ah..." Shawn terpaku saat pipi kanannya dicium oleh Clara, ia lalu mengangkat kardus-kardus itu.

"Hufft." Shawn membawa tiga buah kardus besar dengan kedua tangannya, lalu membawanya ke arah Cafetaria.

Tidak terlalu berat bagi dia, sebenarnya, dan ia senang melakukan hal-hal seperti ini, apalagi sudah diberi 'bayaran'.

Dan setelah sampai di kafetaria, ia menaruh kardus-kardus tersebut.

"Huff... masih ada lagi yaa?" tanyanya ceria.

"tidak. Sudah kok. Ah, tolong angkat kardus itu ke dapur, biar madame yang membereskan." clark sedang mengecek barang.

"nah, kalian pilih tirai untuk jendela dan kamar mandi. Masing-masing 1." clark menunjukkan isi salah satu kardus besar.

"tidak. Sudah kok. Ah, tolong angkat kardus itu ke dapur, biar madame yang membereskan." clark sedang mengecek barang.

"nah, kalian pilih tirai untuk jendela dan kamar mandi. Masing-masing 1." clark menunjukkan isi salah satu kardus besar.

"tidak. Sudah kok. Ah, tolong angkat kardus itu ke dapur, biar madame yang membereskan." clark sedang mengecek barang.

"nah, kalian pilih tirai untuk jendela dan kamar mandi. Masing-masing 1." clark menunjukkan isi salah satu kardus besar.

Shawn lalu melihat isi kardus yang ditunjukkan Clark, dan mulai memilih.

Setelah beberapa lama, di tangannya ada dua buah tirai, satu untuk kamar mandi, satu untuk jendela.

Yang berada di tangan kanannya, untuk kamar mandi, berwarna Aqua polos, dan yang di tangan kirinya, untuk jendela, berwarna Turquoise.

Dua dari beberapa warna favoritnya.

"Ah, aku ini saja, lalu dibawa kemana, Clark...??" tanya Shawn.

"tentu saja bawa ke kamarmu dan pasang! Seingatku tirai-tirai di kamar yang di sewa kondisinya sudah tidak terlalu bagus."

clark pamit sebentar dan menyimpan barang-barang luna di pintu belakang lalu kembali lagi.
"oh, ya, kamar siapa yang sudah dipasang ac sendiri? Biar ku data." clark mengeluarkan pdanya tapi, tiba-tiba botol saus melayang dan mengenai seseorang.

"tentu saja bawa ke kamarmu dan pasang! Seingatku tirai-tirai di kamar yang di sewa kondisinya sudah tidak terlalu bagus."

clark pamit sebentar dan menyimpan barang-barang luna di pintu belakang lalu kembali lagi.
"oh, ya, kamar siapa yang sudah dipasang ac sendiri? Biar ku data." clark mengeluarkan pdanya tapi, tiba-tiba botol saus melayang dan mengenai seseorang.

Scarlett yang saat itu sedang berjalan-jalan mengelilingi Azure karena masih dalam masa libur musim panas panjang, tiba-tiba saja terkena botol saus yang melayang dan mengenai tepat di bajunya. Sialnya, tutup botol itu pun entah kenapa ikut terlepas sehingga mengenai t-shirt tipis nan ketat berwarna putihnya.

"Kyaa~ siapa yang melempar botol ini padaku???!!!" teriaknya menggema di seluruh Azure. Memang, Scarlett agak sedikit kesal karenanya.

Will Meletakkan Kardus yang di bawanya, cukup berat juga.

Quote :

"nah, kalian pilih tirai untuk jendela dan kamar mandi. Masing-masing 1."

"Heee..." Will bergumam sambil melongokkan kepalanya ke kardus, lalu mengambil dua buah tirai. Satu berwarna Aqua Marine, untuk kamar mandi, dan satunya lagi berwarna Green Leaf untuk jendela.

Ia lalu melirik ke arah Clark, "Mercy~"

"Untuk AC di apartemenku... Ah, ia, tolong pasangkan mungkin ya? Aku sebenarnya bisa memasangnya sendiri, tapi aku sedang sedikit sibuk." Tambah Will sambil sedikit meringis.

Quote :

"Kyaa~ siapa yang melempar botol ini padaku???!!!"

Terdengar jeritan keras yang menggema ke seluruh apartemen. Will menoleh untuk melihat sumber keributan itu, Tampak olehnya Seorang gadis berlumuran saus. Ia lalu menghampiri gadis itu.

"Tak apa-apa Nona?" Tanyanya sambil mengulurkan sapu tangan.

Scarlett--dengan muka memelasnya yang membuat semua lelaki meleleh dibuatnya--mengambil sapu tangan itu dengan anggun. Ia mungkin memang marah, tapi selalu saja, ia tak pernah bisa mengungkapkan kemarahannya. Dengan berteriak? mungkin oke, tapi itu tidak cukup. Rasa kesal di hati Scarlett masih terbelenggu di hatinya.

"Arigatou..." ucapnya, berterima kasih memakai bahasa Jepang yang merupakan bahasa kampung halamannya.

Scarlett lalu mengelap saus di t-shirtnya. Ia memang mengelapnya, tapi noda merah di baju putih polos itu sama sekali tak dapat hilang. "Huuee~ bagaimana ini? aku malas mencuci lagi... pasti noda ini takkan hilang..." gumamnya pelan.

Will sedikit terkekeh juga melihat gadis di depannya.

Quote :

"Huuee~ bagaimana ini? aku malas mencuci lagi... pasti noda ini takkan hilang..."

Will memerhatikan noda di kaus Nona itu. "Kalau sekarang segera di rendam dan di cuci, mungkin tidak akan membekas," komentarnya. Ia lalu terkekeh lagi.

"Apa yang membuatmu memutuskan untuk bermain dengan botol saus, Nona..." Will terdiam. "Kita belum berkenalan ya?" gumam Will sambil menggaruk kepalanya. Ia lalu membungkuk dan mengecup tangan si Nona.

"Saya William Bowman, panggil saja saya Will. Mohon maafkan ketidak sopanan saya tadi, Nona...?"

Scarlett kemudian segera tersenyum antusias pada pria di depannya yang memberikan saran baik tersebut. Ia lalu segera berlari kembali ke kamarnya, merendam t-shirt kotornya, dan mengganti dengan top-tank kotak-kotak berwarna cerah.

"Arigatou buat sarannya! Hhehe" serunya sambil melakukan ojigi dalam-dalam.

Ia lalu menggeleng, "Nee... aku nggak main-main dengan saus! Botol saus itu tiba-tiba saja melayang sendiri menuju ke arahku?!" serunya sambil menunjuk pada botol saus tersebut.

Scarlett kembali melakukan ojigi, "Namaku Scarlett Envy Siegfierd, yoroshiku!" ucapnya sambil tersenyum.

Quote :

"Nee... aku nggak main-main dengan saus! Botol saus itu tiba-tiba saja melayang sendiri menuju ke arahku?!"

Will terbengong heran, lalu tawanya meledak.

"Hahahahahahahahahaha! Mana ada botol saus yang melayang sendiri?" Tawanya sambil menghapus sedikit air mata yang menetes di ujung matanya karena kebanyakan tertawa.

"Nona Scarlett ya? Nama yang bagus," Will masih terkekeh pelan. Ia menggeser botol saus di lantai dengan ujung sepatunya.

Ryu baru saja pulang dari studio musik. Ryu pergi kesana untuk berduet dengan Violet, namun kali ini Ryu tidak memainkan biola ia hanya memainkan flute dan piano. Ia mau berduet dengan Vio karena gadis itu sudah memaksanya berhari-hari, karena tidak tega akhirnya Ryu menyetukuinya. Ryu turun dari motor duccati hitamnya, ia kemudian melepaskan helm. Kemudian ia merapikan kemeja putih yang dikenakannya.

" Selamat siang. " Ucap Ryu dengan nada datar sambil memegang kotak persegi panjang yang berisi flute., ia sebenarnya sudah malas menyapa mereka semua rqsanya sekarang yang ia butuhkan hanyalah istirahat.

Shawn, setelah kembali dari memasang tirai di kamarnya, yang ia lakukan dengan cepat dan cekatan, lalu melihat William dan Scarlett, dan Scarlett sedang membersihkan kaus ketat miliknya.

"Erm... saus..." Shawn melihatnya dan kepalanya sedikit mengernyit, saus itu membuat kaus tipis Scarlett agak basah dan...

"Hei, itu cepatlah dicuci..." ujar Shawn pada Scarlett, ia lalu melihat William.

"Hm... hei... er... aku tak tahu harus mengatakan apa...... Hai." ujar Shawn datar sambil tersenyum.

Ryu kemudian datang, dan memberi salam, namun kelihatannya ia sedang tidak dalam mood untuk berkomunikasi. Shawn melihat kotak yang dibawanya, yang dari ukiran luarnya, cukup jelas bahwa isinya adalah flute.

"...Kau... baru saja datang dari studio musik... dan bermuka masam seperti itu... tersenyumlah!" Shawn berkata sambil menepuk punggung Ryu.

"Musik adalah sarana untuk berekspresi... mengekspresikan perasaan... kalau perasaanmu saja seperti itu... musik yang kaumainkan tidak akan beresonansi dengan hati orang yang mendengarkannya..." ujar Shawn pelan sambil tersenyum lembut.

Quote :

"Hm... hei... er... aku tak tahu harus mengatakan apa...... Hai."

Will melirik ke arah pemuda itu.

"Err... Garant ya?" Kata Will. Masih berusaha mengingat nama penghuni-penghuni yang lain.

Ia lalu melirik ke pemuda satunya lagi, mukanya luar biasa kusut. Mengingatkan Will pada raut muka para Resident pasca tugas 36 jam.

"Hai?" Sapa Will. Sedikit ragu.